Aku, Kamu, Mereka dan Alam

Aku, Kamu, Mereka dan Alam
Aku, Kamu, Mereka dan Alam... Pantai Gedong, 8 Maret 2011 bersama keluarga keduaku,,

Tuesday 8 February 2011

Cerita Lala

"Mbak, aku jatuh cinta.." ucapku polos pada mbak Intan, kakak semata wayangku. Mbak Intan merenung, memandang wajahku lekat. Kemudian dalam hitungan detik aku bisa melihat senyum di wajah teduhnya.

Mbak Intan adalah saudara kandungku satu-satunya. Aku begitu dekat dengannya. Hubungan kami bukan hanya kakak adik tapi sahabat. Ah, mana ada kakak yang lebih baik dari mbak Intan. Mba Intan TOP dah!

"Jatuh cinta? Wah, pasti orangnya baik ya La?" Mbak Intan mengambil posisi duduk di sebelahku. Dilingkarkan tangannya ke pundakku seakan memberi energi untukku bercerita.

Aku memulai ceritaku tentang dia yang membuat mukaku merah. Tentang bagaimana aku selalu mengingat wajahnya sebelum tidur. Bagaimana selalu ada namanya di ingatanku. Bagaimana dia yang dengan kepandaiannya membuat aku terpana. Dia yang jago olahraga. Dia yang serba bisa di mataku.

"Apakah ini cinta Mbak?" aku mengakhiri ceritaku. Mbak Intan sedari tadi tak pernah mengabaikanku. Dia mendengarkanku dengan seksama. Ah, cantiknya kakakku yang satu ini.

"Itu artinya Lala udah dewasa." Kak Intan tersenyum. Aku mengernyitkan dahi.

"La, menyukai seseorang itu fitrah, semua orang pasti pernah mengalaminya. Ketertarikan dengan lawan jenis itu juga wajar, kalo kamu ga tertarik malah Mbak sendiri yang bakal nganter kamu ke psikiater. Karena kita seperti magnet dik, punya kutub yang berbeda yang akan tarik menarik kalo di dekatkan." Aku masih lekat memandang Mbak ku yang satu ini. Wajahnya bening. Mbak Intan tidak secantik artis-artis, tapi aku lebih suka memandang wajah Mbak Intan dari pada mereka. Seperti ada cahaya di wajah sayu mbak Intan.

"Berarti, kalo Lala suka ga papa ya Mbak?"

"Ga papa, asal kamu harus siap dengan segala resikonya." Aku memandang Mbak Intan dengan tatapan tak mengerti.

"Lala sayang..." Mbak Intan memegang kedua tanganku.

"Dalam Islam kita tidak mengenal pacaran dik, Rasulullah mengajarkan bahwa hubungan laki-laki dan wanita yang bukan muhrim hanya ada di pernikahan. Lala uda siap nikah?" aku menggelengkan kepala cepat.

"Pacaran? Lala siap kalo pacaran? Lala tau kan efek samping pacaran?"

"Iya, Lala pernah baca. Sepertinya emang ga ada manfaatnya sih Mbak. Malah bisa berefek pada zina kalo kita ga kuat godaannya. Ih, Lala ga mau."

"Nah itu Lala tau." Mbak Intan mengelus jilbab putihku. Sedari tadi saking semangatnya cerita aku jadi lupa mengganti seragam putih abu-abuku.

"Lalu Lala mesti gimana Mbak?" Mbak Intan memelukku.

"Cintai dia dalam diam dik. Karena diammu adalah doa baginya. Karena diammu adalah cara muliamu mencintainya."

"Emang bisa Mbak?"

"Bisa kalau kita usaha dik. Kita bisa berkaca dari kisah Ali yang mencintai Fatimah dalam diamnya. Begitu juga sebaliknya. Bahkan setan pun tak tau ke mana arah perasaan mereka sehingga tak ada celah bagi setan memanfaatkannya." Aku menyandarkan kepalaku.

"Tapi, aku kan tidak sekuat Ali atau Fatimah, Mbak?"

"Mbak yakin Lala pasti bisa. Cari kegiatan positive lain biar Lala lupa. Tilawah misalnya La. Itu bisa menentramkan batin kita yang lagi gundah lho"

"Oh gitu ya Mbak. Bener juga sih Mbak, paling juga seminggu lagi Lala udah lupa perasaan ini. Eh, dari pada mikirin dia mending Lala mikirin tugas atau karya ilmiah." 

"Oh ya, karya ilmiahmu apa kabar La?" Aku menunjukkan ke Mbak Intan tentang hasil tulisanku yang masih sangat mentah. Mbak Intan memberiku banyak masukan. Dan akupun lupa akan cerita tentang dia. Ternyata membahas karya ilmiahku bersama Mbak Intan lebih menarik dari membicarakannya. Karya ilmiahku mengalihkan duniaku, aku menggumam dalam hati.

***

8 Februari 2011
maaf bila ada kesamaan nama tokoh, latar, cerita dan pengalaman, itu murni unsur ketidaksengajaan.

No comments: