Aku, Kamu, Mereka dan Alam

Aku, Kamu, Mereka dan Alam
Aku, Kamu, Mereka dan Alam... Pantai Gedong, 8 Maret 2011 bersama keluarga keduaku,,

Monday 28 May 2012

21 menjelang 22

Hidup itu hanya mampir minum, sebentar, tidak ada waktu untuk main-main, begitu kata orang bijak dalam salah satu acara motivasinya. Ya, hidup itu hanya sekejab mengedipkan mata. Tahu-tahu aku sudah hampir menginjak 22 tahun. Sudah sepertiga usia Rasulullah. Dan kalau dihitung jika sehari 8 jam dihabiskan untuk tidur maka 7 tahun lebih atau sepertiga usiaku hanya untuk tidur. Betapa sia-sianya. Belum lagi hal-hal tidak berguna lain yang sering melalaikan dengan tujuan hidup di dunia yang hanya sebagai media mencari bekal untuk akhirat.

 Oh ya, tertarik saat suatu saat ada temanku seorang China yang bertanya apa aku percaya kehidupan setelah kematian. Tentu saja! Aku sangat percaya. Dan dia kemudian bercerita tentang konsep reinkarnasi yang dia percaya. Aku hanya menimpali bahwa intinya, kita sepakat pada satu hal, hidup di dunia harus dimanfaatkan sebaik-baiknya walaupun dengan alasan yang berbeda. Dia berbuat baik agar nanti di kehidupan kelak dia tetap menjadi manusia baik bukan orang jahat apalagi binatang. "Lalu kamu? Untuk apa kamu berbuat baik di dunia? untuk surga?" tanyanya. Aku tak siap dengan pertanyaan itu. Pertanyaan itu menghujam. Apa sebenernya tujuanku berbuat baik di dunia? Apa tujuanku beribadah? Surga? Agar tak ke neraka? Ah, itu alasan yang terlalu berorientasi materi tapi terkadang benar! Padahal seharusnya tak dangkal sebatas surga neraka bukan? Dan akhirnya kujawab dengan satu jawaban, aku hidup agar Tuhanku ridho padaku. Yah, jawaban yang mungkin terlalu idealis dan membuat rentetan pertanyaan temanku semakin panjang.

Monday 21 May 2012

Usia 20-an itu masa keemasan! Masa kita memperoleh segalanya dalam hidup. Usia di mana kita lulus kuliah, usia di mana kita mulai bekerja dan mulai mandiri dengan segala keterbatasan kita, usia kita mulai dianggap dewasa untuk pilihan-pilihan hidup kita. Dan ya, di usia ini orang tua akan berbicara dan mendengarkan kita selayaknya kita adalah orang tua yang punya hak bicara. Itulah yang sekarang aku rasakan. Diskusi dengan si Ayah dan Ibu tak lagi berjarak usia. Obrolan dengan kakak tak lagi canggung. Semua terbahas, semua tersampaikan.

Terngiang lagi perkataan Ibu sore itu. Usia 20-an akan menggenapkan diriku sebagai perempuan. Ah ya, batas itu semakin jelas. Batas yang akhir-akhir ini gencar ditanyakan oleh si Ibu. Dan sekali lagi aku menjawab, "belum ada Mi.." Lepas dari kesemuanya, usia 20-an memberikan banyak arti, banyak perubahan dan banyak sekali arti hidup.

Hei Zahara, menjelang usia 22 mu apa yang sudah kau lakukan??

Friday 4 May 2012

Petikan Surat yang Tak Pernah Sampai

Cinta butuh dipelihara. Bahwa di dalam sepak terjangnya yang serba mengejutkan, cinta ternyata masih butuh mekanisme agar mampu bertahan.

Cinta jangan terlalu ditempatkan sebagai iming-iming besar, atau seperti ranjau yang tahu-tahu meledakkannya –entah kapan dan kenapa. Cinta yang sudah dipilih sebaiknya diikutkan disetiap langkah kaki, merekatkan jemari dan berjalanlah kalian bergandengan… karena cinta adalah mengalami.

Cinta tidak hanya pikiran dan kenangan. Lebih besar, cinta adalah dia dan kamu. Interaksi. Perkembangan dua manusia yang terpantau agar tetap harmonis. Karena cinta pun hidup dan bukan Cuma maskot untuk disembah sujud.

-Surat yang Tak Pernah Sampai, halaman 44 buku Filosofi Kopi.