Aku, Kamu, Mereka dan Alam

Aku, Kamu, Mereka dan Alam
Aku, Kamu, Mereka dan Alam... Pantai Gedong, 8 Maret 2011 bersama keluarga keduaku,,

Monday 6 February 2012

Ikhlas, Niat dan Penerimaan

Kali ini aku sedang merenung di kamar dengan sedikit uneg-uneg kecil yang mengganjal. Biasanya kalau sudah begini pasti larinya ke Ayah buat cerita kemudian menemukan solusi. Tentang apa sih? Tentang yang apa yang orang sebut dengan Ikhlas, bahasa awamnya ketulusan. Kenapa mikirin itu? Karena manusia itu makhluk tematis yang selalu berhitung tentang angka, untung-rugi dan tamak, benarkan? Kemudian dari situ aku mengingat-ingat tentang satu hal saja yang pernah lakukan dengan ikhlas, tanpa ada hitungan tematis sampai riya' di dalamnya. Hasilnya? Nihil, aku gagal mengingat satu saja kejadian yang seperti itu :( :( :(

Menyedihkan karena selama ini aku selalu menggemakan kata ikhlas, tahu maknanya tapi tak bisa mengaplikasikan. 


Ikhlas

Kalau boleh diartikan secara awam ikhlas itu tulus, tanpa pamrih. Kemudian diartikan secara spesifik dengan memurnikan niat hanya kepada Allah SWT. Jadi ikhlas itu saat semua apa yang kita lakukan bukan karena ingin mendapat sesuatu dari sesama manusia atau makhluk lainnya tapi hanya untuk satu tujuan yaitu keridhoan Allah SWT. 

Lalu kenapa harus ikhlas? 

Ikhlas merupakan salah satu pilar yang terpenting dalam Islam. Karena ikhlas merupakan salah satu syarat untuk diterimanya ibadah (Kitab Tauhid I hlm. 85, Syaikh Shalih Al Fauzan)

Dalam sebuah riwayat dari Abu Umamah, yaitu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda setelah ditanya mengenai orang yang berperang untuk mendapatkan upah dan pujian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal, kecuali jika dikerjakan murni karenaNya dan mengharap wajahNya” (HR. An Nasai dengan sanad yang jayyid/bagus. Dishahihkan Al Mundziri, dan dimuat pula oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari VI/28)

Dengan hadist di atas seharusnya kita sadar bahwa semua amalan kita tidak mendapat tempat jika masih dilakukan karena ingin pujian, karena ingin dilihat dan sebagainya. Malu! Satu kata itu yang kemudian terucap karena selama ini ternyata belum ada amal yang bisa aku banggakan dengan label ikhlas. 
Tidak hanya soal ibadah, soal belajar pun dasarnya harus ikhlas. Coba tengok hadist berikut:

“Barangsiapa yang menutut  ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti” (HR. Abu Daud no. 3644 dan Ibnu Majah no. 252, dishahihkan oleh Al Albani)

Jika berkaca dari hadist di atas aku jadi malu. Coba kita jujur dengan diri sendiri. Aku contohnya, selama ini menuntut ilmu lupa dengan tujuan awal bahwa semua apa yang kita lakukan berujung pada pencarian ridho Allah. Selama ini aku belajar untuk mencari nilai bukan ibadah. Belajar agar nantinya bisa bekerja, hidup layak dan alasan lain yang berpangkal masalah duniawi. Astaghfirullah :'(

Dari apa yang sudah ditulis di atas, aku menyimpulkan kalau ikhlas itu pondasi dari niat. Kenapa bukan niat baru ikhlas? Itu karena tanpa ikhlas terlebih dahulu niat tidak akan berjalan dengan baik. Kalau boleh dibiang sejatinya dalam setiap tahap itu ikhlas harus selalu ada, di dalam niat bahkan di akhir pencapaian dari kegiatan. Kita harus selalu ikhlas. Jadi, mari tempatkan ikhlas di urutan pertama sebagai pondasi baru kemudian niat dan lainnya.

Niat itu harus selalu ada dalam melakukan segala sesuatu baik ibadah hablun minallah maupun hablun minannas kita. Sering sekali kita tergelincir dengan perihal yang disebut niat ini. Kadang niat dalam hati lurus tapi dalam praktiknya bengkok karena pondasinya ga kuat. Itulah kenapa perlu ikhlas di dalam setiap niat kita.

Niat juga bukan hal yang mudah untuk dijabarkan seperti halnya 1+1=2. Niat sama seperti ikhlas, hal yang kelihatan sepele tapi begitu kompleks. Segala macam kegiatan harus dimulai dengan niat. Sholat, puasa, zakat, haji, semua dimulai dengan niat. Rasulullah menekankan pada suatu hadist bahwa:

“Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang hendak dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya”. (HR. Bukhary-Muslim)

Nah lho? Kita hanya mendapat apa yang kita niatkan. Jadi kalau kita melakukan sesuatu niatnya hanya untuk sekedar dipuji manusia kita hanya akan dapat pujian dari manusia. Padahal pujian dari manusia itu akan hilang kalau ada sedikit saja celah dan berganti jadi makian. Lain halnya kalau semua tertuju pada Allah. Allah akan mengcover segalanya jika kita ikhlas berniat hanya kepada Allah. Seperti pepatah, sekali dayung dua tiga pulau terlampui. Karena Allah itu satu-satunya yang bisa diandalkan.

Setelah pondasinya kuat maka atapnya adalah penerimaan. Kenapa penerimaan? Karena hidup kita ga akan ada habisnya kalau harus selalu dipaksa mengejar pencapaian-pencapaian yang tiada henti. Target, pencapaian dan mimpi itu tujuan ke mana kapal kita akan berlayar. Mereka adalah paket yang harus selalu ada dalam kehidupan kita. Mereka adalah panduan ke mana hidup kita akan dibawa. Akan tetapi, kita harus punya rem atau pengendali dalam pengejaran itu. Itulah yang aku sebut dengan penerimaan. 

Sejatinya hidup itu di antara dua pilihan, menang kalah, datang pergi, kaya miskin, menerima dan kehilangan. Itu diciptakan Allah untuk saling melengkapi. Adakalanya kita menang adakalanya kita kalah. Oleh karenanya kita perlu rem dalam hidup kita. Rem yang disebut penerimaan. Manusia itu punya keterbatasan dan tidak selamanya menemukan kesuksesan di hidupnya. Saat kita menemui kebuntuan itu maka penerimaan adalah jalan keluarnya. Qona'ah begitulah istilah dalam Islam menyebutnya. 

Ikhlas --> Niat --> Penerimaan/Qona'ah

Sederhana? Tak usah buru-buru dijawab. Mari dicoba dipraktekkan dulu untuk diri kita. Semoga dengan tulisan kecil ini bisa jadi pengingat terutama bagiku untuk terus memperbaiki niat, mengikhlaskan hati dan qona'ah dengan takdir Allah. Ini juga bekal agar nantinya saat sudah bekerja ga tamak dan neko-neko. Karena insyaAllah yang diberi Allah sudah cukup bahkan berlebih. InsyaAllah...

catatan kecil:

Teringat sebuah film garapan sutradara kondang Deddy Mizwar "Kiamat Sudah Dekat". Dalam film itu, dikisahkan seorang pemuda awam yang harus mencari ilmu ikhlas untuk mendapatkan gadis pujaannya. Si pemuda ini membuktikan pada kita bahwa ilmu ikhlas itu susah untuk dicari. Dia bahkan tak tahu arti ikhlas. Tapi dia mampu ikhlas saat sang gadis akan dijodohkan dengan pemuda lain. Itu seperti membuka mata kita kalau yang namanya ikhlas itu sejatinya bukan sekadar teori tapi tindakan nyata. Si pemuda mungkin tak pernah tahu kalau sikapnya itu adalah satu bagian dari keikhlasan tapi dia nyatanya berhasil menunjukkan kesungguhannya. Karena kadang orang yang paling ikhlas adalah orang yang hatinya paling lapang. 

Ya, kadang tak perlu merasa jadi orang paling tahu, merasa jadi orang paling taat, merasa jadi orang paling terhormat, cukuplah jadi orang paling ikhlas dahulu.

No comments: