Aku, Kamu, Mereka dan Alam

Aku, Kamu, Mereka dan Alam
Aku, Kamu, Mereka dan Alam... Pantai Gedong, 8 Maret 2011 bersama keluarga keduaku,,

Saturday 24 September 2011

Bitterschokolade (part I)

Jakarta

Kamu tahu Lin, betapa beratnya kota ini. Penuh kendaraan bermerk, sesak gedung-gedung bertingkat dan penat wajah orang-orang di bus. Gaya hidup serba price tag dan kamu tahu Lin, aku sungguh ingin teriak ke mereka "Why is everyone  so serious about it?". Ga ada kedamaian kayak di kota kecil kita. Tapi jujur, melihat Jakarta aku jadi bener-bener sadar kalau kota kita itu desa, desa yang tertinggal jauh dari peradaban metropolitan.

Di sini hidupku berubah Lin, hampir tak ada waktu untuk bersantai. Pagi-pagi buta sudah gelantungan di jalanan memburu bus yang menurutku sudah ga layak dinaiki. Tapi tetap saja Lin, aku bersama orang-orang di sini tetap menggandrunginya. Kamu tahu demi apa Lin? Demi uang yang ga seberapa untuk makan kami, untuk makan keluarga yang ada di rumah. Begitulah Lin, pantas kalau kau mengejekku kurus kering saat melihat penampakan teranyarku di Facebook. Tapi aku bangga satu hal, kau memuji wajahku yang tambah kinclong dan terawat. Tuntutan jadi orang ibu kota candaku dan kau pun tertawa. 


Coba kutebak, jam-jam seperti ini kau pasti sedang bermain bersama Raisha, malaikat kecilmu. Sungguh Lin, aku iri melihat foto-foto yang kau pajang di FB. Apalagi kau tak harus berpanas-panas kerja karena Mas Danu sudah memenuhi segala kebutuhanmu. Ya, meskipun aku tahu kehidupanmu ga seperti dulu waktu masih bersama orang tuamu, tapi aku senang melihatmu selalu tersenyum di rumah kecilmu. Kau beruntung Lin.
***
Semarang

Hari ini aku teringat Nina, teman sedari kecilku. Apa kabar kamu, Nin? Semoga Allah selalu memudahkan langkahmu. Aku ingin sekali ke Jakarta untuk menjengukmu. Entah sudah berapakali aku merajuk ke Mas Danu untuk berlibur ke Jakarta, ke tempatmu Nin. Tapi kau tahu kan, Mas Danu itu orangnya banyak pertimbangan, lagian tabungan kami belum cukup untuk biaya transportasi dan akomodasi di sana. Walaupun jika aku bilang padamu, kamu pasti akan bilang akomodasi dan transport akan kamu tanggung. Aku malu Nin, malu akan kesuksesanmu dan malu akan kemandirianmu. Tapi mas Danu janji Nin, dia janji insyaAllah jika bonus dari perusahaan keluar aku, Mas Danu dan Raisa akan datang menjengukmu.

Aku sering melihat foto-fotomu di FB Nin, sekarang kamu sudah beda Nin, sudah manglingi. Ya, sekarang Prasastina Aryandari sudah berubah, kamu semakin cantik Nin! Mas Danu aja bilang kalo kamu disuruh jadi artis aja di sana hehee. Tapi ada yang aku sesalkan Nin, tubuhmu kurus seperti ga pernah makan saja. Bahkan aku syok waktu kamu bilang kalau berat badanmu sekarang cuma 40 kg. Aku membayangkan kalau tubuhmu akan terlihat seperti tiang listrik, kurus tinggi. Makan Nina,, itu yang selalu kutulis di FB mu dan kamu pun cuma menjawab iya, singkat itulah kamu Nin seorang yang simpel.

Hidupku begitu berwarna Nin sejak menikah dengan Mas Banu. Ya meskipun aku mesti melepas semua fasilitas dari orang tuaku dan mandiri. Bahkan sekarang mobil pun aku ga punya Nin. Semua berbanding terbalik denganmu, roda memang berputar. Tapi aku bahagia Nin, sangat bahagia. Mas Banu dan Raisha adalah surgaku. Ah, kamu seharusnya juga menikah Nin. apa yang kau tunggu? Hidupmu mapan, karirmu bagus, dan kamu cantik. Pria mana yang bisa berbohong pada kecantikanmu. Kata Ibuku kamu itu seperti boneka barbie, sedang kataku kamu itu kayak artis-artis korea yang saat ini lagi booming. hahaa..

Kemarin aku ga sengaja bertemu Hadi, Nin. Dia masih menanyakanmu. Ya, aku pikir siapa yang bisa melupakanmu meski sudah bertahun-tahun tak bertemu. Aku memberinya alamat FB dan nomer HPmu. Sudahkah dia menghubungimu Nin? Aku tak tahu akan seperti apa nanti reaksimu saat dia menghubungimu. Dan mungkin kamu akan meledak dan marah-marah padaku. Tapi sungguh Nin, aku hanya ingin kamu dan dia akur kembali. Cerita lama biar jadi cerita lama Nin, jangan dirasa terus.

Masih kuingat saat dulu kamu mengabarkan padaku tentang pertunanganmu dan Hadi. "Aku dilamar Lin,, Aku dilamar..!!!" teriakmu dulu sambil memelukku. Aku bahagia Nin. Dan dulu aku pikir kamu sekarang sudah menikah dan bahkan memiliki seorang anak yang lucu. Tapi Allah berkehendak lain Nin, aku malah mendahuluimu. Dan kamu kini tenggelam dalam riuh ibu kota setelah pertunanganmu batal. Aku sebagai sahabatmu sedikit tak rela melihatmu seperti ini. Malam-malam aku datang ke rumah Hadi saat itu hanya demi menanyakan kenapa dia membatalkan pertunangan kalian. Dan Hadi hanya bisa menangis Nin, aku tak tahu arti tangisannya. Yang pasti aku tahu kalian sama-sama terluka. 

Sejak saat itu aku tak pernah melihat Hadi dan kamu pun pergi ke Jakarta. Aku kehilanganmu, Nin. Apalagi kemudian tersiar kabar bahwa Hadi akan menikah dengan seseorang pilihan keluarganya. Jadi ini alasannya. Aku tahu Nin, kamu pasti hancur. Sehancur hatiku saat kamu berpamitan di stasiun sambil memelukku. Kamu menangis sejadi-jadinya. Aku tahu Nin, aku tahu, hanya itu yang bisa kuucapkan. Setelah itu, kita hanya berbicara lewat telpon dan FB. Dan sekarang sudah hampir 5 tahun berlalu Nin. Hadi juga masih sendiri. Apa salahnya kalian kembali? Aku ingin Ninaku yang dulu tersenyum.
***

Jakarta

SMS itu membuatku gila. Beraninya dia kembali di hidupku. Aku bahkan sudah membuang semua memori dirinya tapi semua sia-sia saat SMS ini datang dengan nama Hadi Anggara Putra. Rasa sakit ini datang lagi. Bagaimana bisa aku lupa saat tiba-tiba dia bersikeras datang ke rumah untuk melamarku. Aku hanya bisa diam karena pacaran pun kami tak pernah. Ya, Hadi memang bukan orang yang tertarik untuk pacaran, ga boleh katanya. Aku pun akhirnya bisa meyakinkan Ibuku yang pada awalnya sangat terkejut dengan apa yang kuucapkan. "Lah kamu tuh kapan pacarannya kok tiba-tiba minta nikah?" itu yang Ibuku ucapkan. Ya, di zaman sekarang pacaran memang seperti tahapan penting dalam proses pernikahan. Tapi aku percaya tanpa itupun kita bisa bahagia.

Linda jadi saksi bahwa hari itu aku tak pernah berhenti senyum dan tertawa. Setidaknya sampai badai itu datang. Seperti di sambar petir di siang hari, Hadi yang seharusnya datang untuk melamarku, datang seorang diri. Ada apa ini? Dia datang dengan wajah hambar, tak sedikitpun raut bahagia di wajahnya. Dan seakan kehilangan seluruh energi, aku limbung saat dia memohon maaf karena tidak jadi meminangku. Ayahku marah besar, Ibuku tak henti menangis karena malu. Dan aku sudah tak punya energi untuk sekedar marah padanya. Rasanya aku ingin Allah menghentikan waktuku. It's no use crying over spilt milk, nasi udah jadi bubur.

Demi mengurangi rasa maluku itulah aku nekat ke Jakarta. Aku dengan sisa-sisa semangatku datang ke kota yang keras ini. Aku ingin membuktikan kalau aku bisa sukses. Dan sekarang aku bisa, setidaknya sekarang aku punya karir, aku seorang yang mapan dan bisa berdiri tanpa bantuan orang lain. Dan aku jadi tahu kenapa Allah memberiku ujian seperti itu. Ya, agar aku jadi lebih kuat untuk hidupku yang sekarang.

Kuhapus SMS itu dan segera beranjak ke mobil. Jalanan Jakarta sudah menungguku.


1 comment:

Adininggar Khintana 'orIenka' said...

ditunggu part selanjutnya mba :)